Sanggau, BerkatnewsTV. Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Kalimantan Barat menyoroti penanganan kasus karhutla terhadap PT SISU dan PT SAP di Kabupaten Sanggau oleh pihak kepolisian.
Walhi menilai, sejauh ini, penegakan hukum atas dua perusahaan sawit tersebut belum transparan. Masih ada kesan melindungi banyak kepentingan diluar penegakan hukum yang pada akhirnya memberi image negatif bagi institusi penegak hukum itu sendiri.
“Dalam kasus ini, kita berharap ditangani secara lebih transparan, agar kemudian terkomunikasikan dengan publik yang luas,” kata Direktur Walhi Kalbar Anton P Widjaya, Sabtu (14/9).
Menurut Anton, ada ketidakadilan dalam penanganan kasus masyarakat dan kasus yang melibatkan korporasi.
“Ini kekecewaan kita. Karena aparat penegak hukum sangat cepat menangani kasus-kasus masyarakat, tetapi begitu tertatih-tatih ketika menangani kasus yang terkait korporasi,” pungkasnya.
Pertanyaannya adalah, lanjut dia, mengapa aparat penegak hukum tidak berdaya ketika berhadapan dengan korporasi. Apa yang ditakutkan dalam menegakan hukum dan peraturan ketika menyinggung korporasi?.
“Bagi kami, kepentingan penegakan hukum yang seadil-adilnya harus berada diatas dari kepentingan ekonomi politik lainnya,” kata Anton.
Meski dua perusahaan tersebut sudah ditetapkan sebagai tersangka oleh Polda Kalbar Kalbar, namun penetapan tersangka terhadap orang di perusahaan tersebut masih belum dilakukan pihak kepolisian. Ia menilai, hal itu terkait ketidakberdayaan aparat penegak hukum ketika berhadapan dengan korporasi.
“Lambatnya proses ini menimbulkan banyak pertanyaan dan dugaan-dugaan di tengah masyarakat. Harusnya untuk menghindari dugaan-dugaan negatif dan demi nama baik penegak hukum, harusnya proses untuk penyidikan dan penyelidikan dilakukan dengan cepat, setara dengan kasus masyarakat dan dilakukan dengan transparan,” tutur Anton.
Oleh karena itu, ia berharap agar aparat penegak hukum bekerja lebih serius, secepatnya segera diumumkan kepada publik secara transparan, sudah sampai dimana tahapannya.
“Karena kuasa untuk melakukan SP3 terhadap kasus korporasi tidak lagi berada di tangan Kapolda apalagi Kapolres. Semua ini ada ditangan Kapolri. Fakta ini menjadi ujian bagi komitmen aparat penegak hukum, untuk bekerja secara serius, tidak lagi bermain-main dengan kasus kebakaran lahan yang melibatkan korporasi,” ujar Anton.
Ia pun menyatakan komitmen Gubernur Kalbar sudah cukup jelas dan tegas terkait penanganan kasus-kasus kebakaran yang melibatkan korporasi. Sebagai pemberi izin di level kabupaten, pemerintah daerah harusnya berada paling depan mempertanggung jawabkan izin-izin yang telah berikan.
Kemudian, sambung Anton, selain memberikan dukungan yang konkrit bagi penegakan hukum lingkungan, pemerintah daerah harus segera melakukan review atas semua izin yang mereka lakukan, apakah itu memberikan manfaat atau justru menciptakan konflik dan melahirkan berbagai bencana lingkungan.
“Aspek mudaratnya ini harus menjadi pertimbangan dalam rekomendasi, apakah izin-izin itu bisa dilanjutkan, atau diciutkan ataupun kemudian dicabut. Dan selanjutnya mengalihkan pemanfaatannya bagi kepentingan konservasi atau untuk kepentingan rakyat melalui skema perhutanan sosial ataupun melalui skema tanah objek reforma agraria,” imbuhnya.(dra)