Sintang, BerkatnewsTV. Dedi Wahyudi dari WWF Sintang menjelaskan penyelamatan lingkungan dengan tetap memperhatikan masalah ekonomi.
“dalam konsep Sintang lestari harus ada keseimbangan antara aktivitas ekonomi, ekologi dan sosial budaya. Artinya pengembangan ekonomi berbasis lingkungan. Faktanya budaya kita pun dihancurkan oleh PETI. Kami juga menyimpulkan bahwa aktivitas PETI menurunkan kualitas baku air dengan kekeruhan yang mempengaruhi biotik sungai. Kami memang tidak berwenang untuk menghentikan PETI tetapi kami terus mendorong agar membantu peralihan kerja. WPR perlu melihat tata ruang yang ada,” terang Dedi.
Rayendra dari Sintang Fishing Club menjelaskan sudah banyak penelitian tentang kualitas air Sungai Melawi dan Kapuas bahwa percampuran berbagai materi akibat PETI bisa menyebabkan penyakit kanker dan ginjal karena di konsumsi terus menerus.
“pertama yang menerima dampak adalah masyarakat pesisir. Tanjung di sungai juga berkurang. Kami selalu melakukan evaluasi atas kualitas air sungai Melawi dan Kapuas. WPR harus melalui kajian dan AMDAL. WPR harus ada kajian mendalam Apa yang kita lakukan melalui PETI tidak aman dan ada 8 Undang-Undang yang di langgar. PETI tidak hanya persoalan merkuri tetapi lumpur yang berdampak. PETI memberikan dampak negatif yang besar. Bagi saya PETI di sungai tidak ada toleransi lagi” terang Rayendra
Syahroni Ketua Komisi A DPRD Sintang menjelaskan pihaknya sudah pernah melakukan kordinasi ke dinas ESDM provinsi Kalbar hasilnya memang WPR memerlukan waktu karena harus ada kajian.
“DPRD Sintang juga ada kewenangan dalam proses pengurusan WPR. Dampak dari PETI tidak bisa kita tutupi. Kami di DPRD siap bantu dalam mengurus WPR” terang Syagroni.(sus)